lahirkata korupsi dalam bahasa Indonesia.1Korup berarti busuk, buruk; suka menerima uang sogok (memakai kekuasaannya untuk kepentingan sendiri dan sebagainya).2Korupsi adalah perbuatan yang buruk (seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya).3 Korupsi berakibat sangat berbahaya bagi

KKN Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme merupakan sebuah tindakan yang sudah membudaya di Indonesia bahkan sejak jaman Penjajahan Belanda hingga saat ini. Banyak sekali terjadi KKN di lingkungan pejabat pusat maupun daerah dan setingkatnya. Rakyat akan semakin menderita karena uang yang seharusnya digunakan untuk kepentingan bersama diselewengkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Secara tidak langsung KKN adalah suatu penyakit sosial dimana pelakunya menyalahgunakan wewenagnya untuk terus mengambil keuntungan dari uang dan tenaga rakyatnya dan dengan mudahnya di limpahkan kepada pihak lain yang segolongan. Berbagai upaya terus dilakukan dalam proses pemberantasan Seharusnya perlu ditanamkan secara kuat kepada masyarakat tentang apa itu KKN, apa saja landasan hukum Indonesia yang mengatur KKN agar dapat secara bersama mengontrol jalannya pemerintahan. Tentunya peran serta pemuda, masyarakat dan pemerintah dalam menaggulangi sekaligus mencegah penyakit sosial ini. sOleh karena itu, Masyarakat Indonesia baru harus dapat keluar dari sikap ini dengan membuang KKN dalam membangun masyarakat Indonesia secara lebih menyeluruh, lebih terbuka, lebih demokratis, dan lebih mandiri. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN selanjutnya disebut KKN saat ini sudah menjadi masalah dunia, yang harus diberantas dan dijadikan agenda pemerintahan untuk ditanggulangi secara serius dan mendesak, sebagai bagian dari program untuk memulihkan kepercayaan rakyat dan dunia internasional dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan. Transparensy International menggunakan definisi korupsi sebagai “menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan publik untuk keuntungan pribadi” Pope, 2003 6. Dalam definisi tersebut, terdapat tiga unsur dari pengertian kurupsi, yaitu Menyalahgunakan kekuasaan ; Kekuasaan yang dipercayakan yaitu baik di sektor publik maupun di sektor swasta, memiliki akses bisnis atau keuntungan materi; Keuntungan pribadi tidak selalu berarti hanya untuk pribadi orang yang menyalahgunakan kekuasaan, tetapi juga anggota keluarganya dan teman-temannya. Istilah korupsi berasal dari perkataan latin “coruptio” atau “corruptus” yang berarti kerusakan atau kebobrokan Focus Andrea dalam Prodjohamidjojo, 2001 7. Pada mulanya pemahaman masyarakat tentang korupsi mempergunakan bahan kamus, yang berasal dari bahasa Yunani Latin “corruptio” yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama materiil, mental dan hukum Nurdjana, 1990 77. Pengertian tersebut merupakan pengertian yang sangat sederhana, yang tidak dapat dijadikan tolak ukur atau standart perbuatan KKN, sebagai tindak pidana korupsi oleh Lubis dan Scott 1993 19 dalam pandangannya tentang korupsi disebutkan “dalam arti hukum, korupsi adalah tingkah laku yang menguntungkan kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain, oleh para pejabat pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku tersebut, sedangkan menurut norma-norma pemerintah dapat dianggap korupsi apabila hukum dilanggar atau tidak dalam bisnis tindakan tersebut adalah tercela”. Jadi pandangan tentang Korupsi masih ambivalen hanya disebut dapat dihukum apa tidak dan sebagai perbuatan tercela. Korupsi dalam kamus Ilmiah Populer mengandung pengertian kecurangan, penyelewengan/ penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri; pemalsuan Partanto dan Al Barry 1994 375. Beberapa pengertian korupsi menurut John A. Gardiner dan David J. Olson sebagaimana yang dikutip oleh Martiman Prodjohamidjojo 2001 8-12 antara lain KKN menurut standart yang digunakan untuk memberikan pengertian tindak pidana korupsi secara konstitusional diatur dalam UU No. 28 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 3,4,5 dengan penjabaran Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang – undangan yang mengatur tindak pidana korupsi. Kolusi adalah pemufakatan atau kerjasama secara melawan hukum atau penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara. Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kronnya diatas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. Menurut KPK 2006 bentuk korupsi ada tujuh macam, yaitu Kerugian uang negara Suap menyuap Penggelapan dalam jabatan Pemerasan Perbuatan curang Benturan kepentingan dalam pengadaan Gratifikasi Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Ciri Negara Hukum Menurut Para Ahli Pengertian, Contoh dan Penjelasannya Pengertian Korupsi Korupsi dalam bahasa Latin disebut corruptio dari kata kerja corrumpere yang memiliki banyak makna seperti busuk, merusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyuap. Korupsi sendiri adalah suatu tindakan pejabat publik, baik politisi, pegawai negeri, yang menyalahgunakan kekuasaannya mengambil atau mengakali hak milik orang lain demi kepentingannya sepihak sehingga dapat merugikan banyak kalangan masyarakat Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar terdiri dari beberapa unsur berikut perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. memberi atau menerima hadiah atau janji penyuapan, penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan menerima gratifikasi Dalam arti yang luas, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan atau kekuasaan resmi untuk keuntungan pribadinya sendiri. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Konsep dan Penerapan Hukum Archimedes Lengkap Pengertian Kolusi Kolusi adalah suatu perbuatan yang tidak jujur atau kecurangan dalam melakukan kesepakatan khusus secara diam-diam atau tersembunyi dengan melakukan penyuapan sebagai pelancar atau pelicin agar segala urusannya bisa berjalan lancar tanpa hambatan. Contoh dari kolusi Penyuapan agar diterima menjadi PNS Penyuapan dalam mencuci nilai rapor sekolah Penyuapan agar diterima di sekolah negeri favorit Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Struktur Teks Ekposisi Yang Perlu Anda Ketahui Pengertian Nepotisme Kata nepotisme berasal dari bahasa Latin yaitu Nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”. Karena itu, jika kesimpulan Nepotisme adalah sikap pilih kasih dengan lebih memperhatikan anak dan saudara, atau orang yang paling dekat dalam segala hal maka tidak melihat nilai atau kemampuan seseorang yang tidak dekat dengannya. Preferensialisme biasanya identik dengan orang dewasa seperti pejabat, direktur, dan sebagainya. Contoh dari Nepotisme Seorang Gubernur mengangkat semua anggota keluarganya menjadi penjabat pemerintahan di provinsi yang dipimpinnya , sehingga tdak menilai para orang yang lebih layak berda di posisi itu. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Teori Hukum Hooke Dan Pengaplikasiannya Lengkap Landasan Hukum KKN di Indonesia Keseriusan pemerintah untuk memberantas korupsi di Indonesia tidak diragukan lagi. Hal ini dibuktikan dengan beberapa peraturan yang tujuannya untuk memberantas korupsi di Indonesia. Peraturan perundangan yang merupakan instrumen-instrumen hukum yang menjadi landasan pemberantasan korupsi di Indonesia antara lain sebagai berikut Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme KKN; Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme KKN; Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU 1,ZI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 65 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaaan Kekayaan Penyelenggara Negara; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1999 tentang Persyaratan Tata Cara Pengangkartan Serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa; Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggara Negara. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Definisi Hukum Menurut Para Ahli Lengkap Perilaku Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme KKN Perilaku KKN pada masa orde baru CEPA Internasional berhasil memenangi tender Proyek Listrik Tanjung Jati B senilai US$ 1,77 miliar dan kemudian juga memenangi tender Proyek Listrik Tanjung Jati C dengan cara agak akrobatik. Pada saat memenangi tender anggota konsorsiumnya adalah CEPA Hongkong dan PT International Manufacturing Producer Association Impa Energy-milik pelobi ulung Djan Faridz yang dikenal dekat dengan Mbak Tutut Siti Hadijanti Rukmana Rafick,2007140. Kedekatan Djan Faridz dengan salah satu putri Soeharto dimungkinkan akan mempermudah dia memperoleh proyrek-proyek dari pemerintah. Pada 1996, BUMN PT Kertas Leces mengalihkan garapannya dari memproduksi kertas koran ke produksi kertas HVS. Padahal kertas koran memiliki pangsa pasar dan pertumbuhan pasar yang jauh lebuh besar dibanding kertas HVS. Setelah Leces meninggalkan lapangan, Aspex Paper milik Bob Hasan yang notabene orang dekat Soeharto mengambil alih tempatnya, sehingga 80% kebutuhan dalam negeri akan kertas koran kemudian dipenuhi Aspex. Banyak kalangan menduga Leces sengaja mengalihkan bidang garapannya ke HVS, bila tak mau disebut dipaksa, untuk memeberi jalan kepada Aspex menguasai pasar kertas koran Rafick,2007153. Peran pemerintah dalam alih jenis produksi Leces dimungkinkan sangat besar. Hal ini karena Bob Hasan memeiliki hubungan baik dengan Soeharto. Ari Sigit, cucu presiden lengser Soeharto misalnya, tercatat mendapatkan dana bujagi bunga jasa giro dengan cara halus. Mulanya Dephutbun melalui Keppres diminta menempatkan dana Rp 80 miliar di Bapindo dan BNI untuk jangka waktu 7 tahun. Dana itu kemudian dipinjamkan kedua bank plat merah tersebut kepada Ari Sigit untuk usaha pupuk urea tablet Rafick,2007162 Perilaku KKN dalam kehidupan sehari-hari Korupsi waktu, saat mahasiswa mendapat materi dari dosen, namun sebelum jam kuliah selesai , dosen sudah mengakhiri kelas sebelum waktu yang seharusnya dengan alasan yang tidak jelas. Korupsi uang kas , saat diberi amanah memegang kas, mahasiswa menggunakan kesempatan itu untuk mengambil keuntungan dengan penyelewengan dana yang didapat. Pedagang yang mengurangi takaran timbangan. Bersekongkol untuk mengerjai teman kolusi. Kebakaran hutan yang terjadi di Sumatra dan Kalimantan terjadi karena adanya persekongkolan antara pihak perusahaan yang akan membuka lahan dan pemerintah daerah. Akibatnya, masyarakat terkena dampak kabut asap yang dapat mengganggu kesehatan. Persekongkolan antaraperusahaan dan pemerintah itu di sebut kolisi karena mereka telah merugikan masyarakat banyak. Membantu keluarga atau teman kerja yang ingin memasuki instansi kerja kita, hal ini termasuk contoh nepotisme. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Pengertian Hukum Bisnis & Fungsinya Peran Pemuda dalam Pemberantasan KKN Pemberantasan korupsi di Indonesia tidak hanya menjadi tangungjawab penegak hukum saja tapi juga menjadi tanggungjawab setiap elemen masyarakat khususnya kaum muda yang merupakan generasi penerus bangsa dan Negara. Peranan pemuda dalam usaha pemberantasan korupsi di Indonesia sangatlah penting peranannya. Pemuda merupakan the high human capital of Indonesia untuk masa depan Indonesia merdeka, oleh karena itu, kaum pemuda young harus mulai mengambil peran dalam setiap usaha pembangunan bangsa dan Negara, khususnya usaha pemberantasan korupsi untuk menciptakan Indonesia yang bersih dari KKN dan untuk Indonesia yang lebih baik. Ada tiga aspek penting dalam usaha pemberantasan KKN di Indonesia yaitu Aspek penindakan yaitu berupa penyelidikan, penuntutan, dan pemidanaan terhadap koruptor yang merupakan ranah dan tanggungjawab penegak hukum, baik KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan yang kesemuanya diberikan kewenangan oleh Negara untuk melakukan hal itu. Aspek penindakan yaitu aspek yang sangat erat kaitannya dengan sistem penyelenggaraan pemerintahan, dengan sistem pemerintahan yang lemah maka akan memberikan kesempatan kepada penyelenggara Negara untuk melakukan perbuatan KKN, dan begitu juga sebaliknya dengan sistem pemerintahan yang kuat maka akan menutup kesempatan penyelenggara Negara untuk melakukan perbuatan KKN. Aspek pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usaha pemeberantasan KKN di Indonesia, karena hanya dengan pendidikan penanaman karakter anti KKN kepada masyarakat khususnya pemuda dapat ditanamkan. Di sinilah kaum muda dapat mengambil peranan dalam pemberantasan KKN, mereka harus menuntut ilmu dengan giat kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan terhadap hasil pendidikannya dapat dilakukan sejak dini, misalnya dengan melakukan aksi-aksi sosial, baik dalam bentuk kerja bakti terhadap masyarakat atau dengan aksi demonstrasi untuk menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah. Dengan begitu maka pemuda dapat membawa perubahan terhadap bangsa dan Negara, karena di situlah kekuatan pemuda berada, oleh karena itu tidak ayal jika mengakatakan bahwa pemuda merupakan the agent of change. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Pengertian Negara Beserta Fungsi dan Tujuan Dampak Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme KKN Perkara Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN yang banyak menimpa para pejabat, baik dari kalangan eksekutif, yudikatif maupun legislatif menunjukkan tidak hanya mandulnya Undang-undang Nomor 28 tahun 1999, tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan nepotisme, tetapi juga semakin tidak tertibnya nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat. Kasus korupsi yang diduga melibatkan para menteri, mantan menteri, gubernur, mantan gubernur, bupati, mantan bupati dan lain sebagainya menunjukkan bahwa para pejabat negara yang diharapkan menjadi tauladan bagi masyarakat luas mengenai tertib hukum dan tertib sosial, ternyata justru mereka yang harus duduk dikursi pesakitan dengan tuntutan tindak pidana korupsi. Kasus Bulog dan kasus dana non bugeter DKP yang begitu kusut hanyalah sedikit dari sekian banyak perkara pelaku korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN di negara yang berupaya mewujudkan good goverment and clean goverment sebagai salah satu cita-cita reformasi. Adapun dampak-dampak yang timbul akibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN ini adalah Dampak Kualitatif Korupsi Terhadap Perekonomian Korupsi mengurangi pendapatan dari sektor publik dan meningkatkan pembelanjaan pemerintah untuk sektor publik. Korupsi juga memberikan kontribusi pada nilai defisit fiskal yang besar, meningkatkan income inequality, dikarenakan korupsi membedakan kesempatan individu dalam posisi tertentu untuk mendapatkan keuntungan dari aktivitas pemerintah pada biaya yang sesungguhnya ditanggung oleh masyarakat. Ada indikasi yang kuat, bahwa meningkatnya perubahan pada distribusi pendapatan terutama di negara negara yang sebelumnya memakai sistem ekonomi terpusat disebabkan oleh korupsi, terutama pada proses privatisasi perusahaan Negara. Lebih lanjut korupsi mendistorsi mekanisme pasar dan alokasi sumber daya dikarenakan Korupsi mengurangi kemampuan pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam bentuk peraturan dan kontrol akibat kegagalan pasar market failure. Ketika kebijakan dilakukan dalam pengaruh korupsi yang kuat maka pengenaan peraturan dan kebijakan, misalnya, pada perbankan, pendidikan, distribusi makanan dan sebagainya, malah akan mendorong terjadinya inefisiensi. Korupsi mendistorsi insentif seseorang, dan seharusnya melakukan kegiatan yang produktif menjadi keinginan untuk merealisasikan peluang korupsi dan pada akhimya menyumbangkan negatif value added. Korupsi menjadi bagian dari welfare cost memperbesar biaya produksi, dan selanjutnya memperbesar biaya yang harus dibayar oleh konsumen dan masyarakat dalam kasus pajak, sehingga berakibat pada kesejahteraan masyarakat yang turun. Korupsi mereduksi peran pundamental pemerintah misalnya pada penerapan dan pembuatan kontrak, proteksi, pemberian property rights dan sebagainya. Pada akhirnya hal ini akan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai. Korupsi mengurangi legitimasi dari peran pasar pada perekonomian, dan juga proses demokrasi. Kasus seperti ini sangat terlihat pada negara yang sedang mengalami masa transisi, baik dari tipe perekonomian yang sentralistik ke perekonomian yang lebih terbuka atau pemerintahan otoriter ke pemerintahan yang lebih demokratis, sebagaimana terjadi dalam kasus Indonesia. Dampak Korupsi pada Perekonomian Anahsa Ekonometrika Beberapa tahun terakhir, banyak dilakukan penelitian dengan menggunakan angka indeks korupsi untuk melihat hasilnya pada variabel — variabel ekonomi yang lain. Beberapa hasil penelitian tersebut adalah Korupsi Mengurangi Nilai Investasi. Korupsi membuat sejumlah investor kurang percaya untuk menanamklanmodalnya di Indonesia dan lebih memilih menginvestasikannya ke negara-negara yang lebih aman seperti Cina dan India. Sebagai konsekuensinya, mengurangi pencapaianactual growth dari nilai potential growth yang lebih tinggi. Berkurangnya nilai investasi ini diduga berasal dari tingginya biaya yang harus dikeluarkan dari yang seharusnya. ini berdampak pada menurunnya growth yang dicapai. Studi didasarkan atas analisa fungsi produksi dimana growthadalah fungsi dari investasi. Korupsi Mengurangi Pengeluaran pada Bidang Pendidikan dan Kesehatan. Akibat korupsi pendapatan pemerintah akan terpangkas bahkan lebih dari 50%, sebagai contoh kasus dugaan korupsi Presiden Soeharto yang tidak kunjung kelar yang di sinyalir menggelapkan uang negara sekitar 1,7 triliun. Agar pengeluaran pengeluaran pemerintah tidak defisit maka di lakukan pengurangan pengeluaran pemerintah. Korupsi mengurangi pengeluaran untuk biaya operasi dan perawatan dari infrastruktur Korupsi juga turut mengurangi anggaran pembiayaan untuk perawatan fasilitas umum. Korupsi menurunkan produktivitas dari investasi publik dan infrastruktur suatu negara. Korupsi menurunkan pendapatan pajak. Sebagai contoh kasus Gayus Tambunan, seorang pegawai golongan 3A, yang menggelapkan pajak negara sekitar Rp 26 miliar. Dengan demikian pendapatan pemerintah dari sektor pendidikan akan berkurang Rp 26 miliar, itu hanya kasus gayus belum termasuk kasus makelar pajak lainnya. Dampak Korupsi pada sudut pandang lainnya Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap. ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya. pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi. Selanjutnya Mc Mullan 1961 menyatakan bahwa akibat korupsi adalah ketidakefisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif. Korupsi memperbesar angka kemiskinan. ini sangat wajar. Selain dikarenakan program-program pemerintah sebagaimana disebut di atas tidak mencapai sasaran, korupsi juga mengurangi potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin. Menurut Tanzi 2002, perusahaan perusahaan kecil adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran korupsi dalam bentuk pungutan tak resmi pungutan liar. Bahkan, pungutan tak resmi ini bisa mencapai hampir dua puluh persen dari total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan ini amat mengkhawatirkan, dikarenakan pada negara negara berkembang seperti Indonesia, perusahaan kecil UKM adalah mesin pertumbuhan karena perannya yang banyak menycrap tenaga kerja. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, disimpulkan akibat-akibat korupsi diatas adalah sebagai berikut Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal. Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik. Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi,hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif. Baca Juga Artikel Yang Mungkin Berhubungan Fungsi Negara Dan Pengertiannya Paling Lengkap Penanggulangan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN Secara umum akibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Semangat dan upaya pemberantasan korupsi di era reformasi ditandai dengan keluarnya berbagai produk perundangan-undangan dan dibentuknya institusi khusus, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN. Harapan terhadap produk-produk hukum diatas adalah praktek sebelum reformasi dapat dibawa kemeja hijau dan uangnya dikembalikan pada negara, sedangkan pada pasca reformasi dapat menjadi suatu usaha preventif. Namun apa yang terjadi dilapangan tidaklah sesuai yang diharapkan. Beberapa kasus dimasa orde baru ada yang sampai kemeja hijau. Walau ada yang sampai pada putusan hakim tapi lebih banyak yang diputuskan atau bahkan hanya sampai pada penyidik dan Berita acara perkaranya BAP mungkin disimpan dilemari sebagai koleksi pribadi pengadilan. Kemudian timbul pertanyaan bagaimana hasilnya setelah pasca reformasi? Jawabannya adalah sama saja walaupun sebenarnya dimasa presiden Susilo Bambang Yudoyono genderang perang terhadap korupsi sudah menunjukan beberapa hasilnya, kalau tidak mau disebut jalan ditempat. Beberapa kasus besar memang telah sampai pada putusan pemidanaan dan berkekuatan hukum tetap. Tapi perkara korupsi, kolusi dan Nepotisme KKN ini bukanlah monopoli dari kalangan elit tapi juga oleh kalangan akar rumput walaupun kerugian yang ditimbulkan sedikit. Pertanyaan selanjutnya? Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan stategis dan basah. Jadi mereka tinggal meningkatkan kreativitasnya untuk korupsi. Intinya adalah masalah kesempatan saja, yang berarti produk undang-undang dan aplikasinya hanyalah tindakan pemberantasan dan bukan pencegahan preventif. Korupsi ternyata bukan hanya masalah hukum tapi juga budaya, kebiasaan dan kesempatan, moral dan agama. Sehingga menjadi suatu kesalahan besar ketika kita mengatakan bahwa korupsi bisa diberantas sampai keakar-akarnya bila yang dilakukan hanyalah sebatas pemenuhan kebutuhan yuridis. Karena realitasnya semakin banyak peraturan justru korupsi, kolusi dan Nepotisme KKN ini akan semakin meningkat. Indonesia merupakan negara yang berprestasi dalam hal korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN dan negara-negara lain tertinggal jauh dalam hal ini. Bahkan yang lebih menggelikan lagi ada kalimat yang sudah menjadi semacam slogan umum bahwa Indonesia negara terkorup tapi koruptornya tidak ada. Sepertinya ini sesuatu yang aneh yang hanya dapat terjadi di negeri antah barantah. Selain korupsi, dua kata yang dikaitkan dengannya adalah kolusi dan nepotisme juga merupakan tindak pidana. Tapi apakah selama ini ada perkara yang terkait dengan hal itu. Muncul pertanyaan apakah dimasukannya dua tindak pidana tadi hanya sebagai produk untuk memuaskan masyarakat saja? Atau memang bertujuan melakukan pemberantasan terhadap kolusi dan nepotisme yang telah masuk kedalam stuktur masyarakat dan struktur birokrasi kita? Kenapa UU tidak berjalan efektif dalam aplikasinya? Apakah ada error criminalitation? Padahal proses pembuatan suatu undang-undang membutuhkan biaya yang besar dan akan menjadi sia-sia bila tidak ada hasilnya. Dimana sebenarnya letak kesalahan yang membuat tujuan tertib hukum ini justru meningkatkan ketidaktertiban hukum. Dizaman dimana hukum positif berlaku dan memiliki prinsip asas legalitas yang bertolak pada aturan tertulis membuat hukum dipandang sebagai engine solution yang utama dalam mengatasi banyak permasalahan yang muncul dimasyarakat. Namun dalam realitasnya ternyata hukum hanya sebagai obat penenang yang bersifat sementara dan bukan merupakan upaya preventif serta bukan juga sebagai sesuatu yang dapat merubah kebiasaan dan budaya negatif masyarakat yang menjadi penyebab awal permasalahan. Permasalahan pokok yang menyebabkan ketidaktertiban hukum ini adalah karena adanya ketidaktertiban sosial. Bila bicara masalah hukum seharusnya tidak dilepaskan dari kehidupan sosial masyarakat karena hukum merupakan hasil cerminan dari pola tingkah laku, tata aturan dan kebiasaan dalam masyarakat. Namun sangat disayangkan hukum sering dijadikan satu-satunya mesin dalam penanggulangan kejahatan dan melupakan masyarakat yang sebenarnya menjadi basis utama dalam penegakan hukum. Jadi jelas bahwa aspek sosial memegang peran yang penting dalam upaya pencegahan kejahatan yang tentunya hasilnya akan lebih baik karena memungkinkan memutus mata rantainya. Upaya Penanggulangan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansipemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara. Mengusahakan perbaikan penghasilan gaji bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan. Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense ofbelongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasaperuasahaan tersebut adalah milik sendiri dan selalu berusaha berbuat yang terbaik. Pada akhirnya pemerintah mempunyai peran penting dalam penanganan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN ini sehingga bangsa kita bisa lebih menjadi lebih baik dan lebih maju.
danBebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; 5. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan pidana aktif/positif atau dapat juga disebut tindak pidana komisi IGM Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi" Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum,Pustaka Pelajar, yokyakarta, 2010, Hal. 5. 50
Korupsi adalah penggelapan atau penyelewengan harta milik perusahaan ataupun milik negara untuk kepentingan diri sendiri pribadi maupun untuk kepentingan orang lain. Kolusi Adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar-Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara. Nepotisme Adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Pemerintahannyaharus menghadapi tantangan-tantangan yang berat sekali, seperti dalam keadaan ekonomi dan politik Indonesia yang nyata, siapa saja yang menjadi presiden pasti menghadapi kesulitan yang besar. Diantara persoalan-persoalan yang belum diatasi dimasa pemerintahan Megawati adalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yang lazim disebut KKN. Oleh Mochtar NaimDari mana harus dimulai? Jika pertanyaan ini diajukan kepada seorang sosiolog yang menekuni masalah-masalah patologi sosial, jawabnya sama seperti yang diberikan oleh dokter dalam menghadapi dan derivatifnya—kolusi, nepotisme, despotisme—adalah penyakit masyarakat. Oleh karena itu harus dimulai dengan melakukan diagnosis, yaitu mencari penyebab dari penyakit itu. Jika penyebabnya sudah ditemukan, penyebabnya itulah yang diangkatkan melalui terapi-terapi penyembuhan dan dengan resep obat-obat yang dapatkah korupsi sebagai penyakit masyarakat itu diangkat? Jawabnya, sama seperti dokter menjawab pertanyaan pasiennya Insya Allah, dapat! Kecuali kalau penyakitnya sudah lajat, sudah sangat payah, memang tidak bisa disembuhkan lagi. Yang ditunggu adalah kematian. Bukankah kematian masyarakat akibat korupsi sudah kita temukan di mana-mana dalam lembaran sejarah? Kuburannya pun bertebaran di penyakit masyarakat bernama ”korupsi” itu telah ada sejak manusia ada. Secara potensial inheren ada pada tiap manusia. Namun, manusia itu disebut manusia karena dia berusaha melawan dan memerangi sifat-sifat buruk sayyiah, jelek lawwamah, dan kesetanan syaithaniyyah-nya dengan petunjuk-petunjuk Ilahi dan akal sehatnya. Itu sebabnya, dalam Islam, keimanan dan ketakwaan harus senantiasa diperbarui dan diperkuat. Perjalanan hidup seseorang tak pernah berupa garis lurus yang terus menanjak atau terus menurun, tetapi keduanya. Itu sebabnya kenapa ada orang yang pada mulanya baik, lurus, jujur, tidak korupsi, tetapi akhirnya jelek dan menjadi koruptor besar. Begitu juga itu, dari segi pendekatan psiko- teologis dan dari tinjauan mikrokosmis ini, penyembuhan penyakit korupsi dan antek-anteknya—betapapun luas dan meruyaknya—harus dimulai dari bersifat kejiwaan yang dimulai dari diri, bagaimanapun, harus dilakukan karena yang sakit itu sesungguhnya adalah jiwa. Penyakit jiwa terapinya terutama agama. Tak ada terapi kejiwaan yang lebih ampuh dan lebih menyentuh kecuali pendekatan kejiwaan bernuansa keagamaan. Dalam psiko-terapi yang bernuansa keagamaan, manusia yang telah terputus talinya dengan Sang Penciptanya dihubungkan kembali sehingga dia merasakan ada pihak lain selain dirinya yang akan membantu dia, yaitu Sang dan multifasetBagaimanapun, manusia tidak sendiri hidup di dunia ini. Dia tak akan survive dan ada kalau tak ada manusia lain bersamanya. Di tengah-tengah masyarakat inilah dia hidup. Korupsi itu ada dan baru ada ketika dia hidup bersama dimensi bersifat makrokosmis yang berorientasi kemasyarakatan ini, maka korupsi yang tadinya bersifat individual sekarang juga bersifat sosial, bahkan kultural. Sekarang kaitannya tak hanya pada diri orang per orang, juga pada sistem yang berlaku dan corak kebudayaan yang dianut. Ini yang membedakan ada masyarakat yang bisa mengendalikan laju fenomena korupsi, kolusi dan nepotisme itu, dan ada yang terbawa hanyut korupsi ini pada analisis pertama bisa dibagi dua menurut corak sistem, lembaga, dan budaya yang berlaku. Pertama, bercorak demokratis, egaliter, dan menempatkan hukum berdiri di atas penguasa. Kedua, bercorak feodalistis, hierarkis, dan menempatkan penguasa berdiri di atas hukum. Secara hipotetis dikatakan yang pertama laju korupsinya rendah dan terkendali, yang kedua laju korupsinya tinggi dan tak historis-empirik dan aktual dari negara-negara yang melaksanakan corak pertama ada di mana-mana. Begitu pun contoh corak kedua. Negara-negara terbelakang dan dunia ketiga yang sedang bergulat menyelesaikan dirinya dan yang telah melewati puncak perkembangan dan kemajuannya relatif akut korupsi, kolusi dan nepotismenya. Sementara negara-negara maju yang demokratis, terbuka, dan menempatkan hukum di atas semua orang dan semua kepentingan umumnya KKN- nya—kalau ada—terkendali dan rata-rata di bawah ambang ke pangkal kaji dapatkah semua ini dihapus? Kalau dapat, dari mana harus dimulai? Tentu saja dapat kalau memang kita mau menghapusnya! Semua itu lalu harus dimulai dengan azam yang kuat, dengan tekad dan iktikad yang bulat dan menyatakan perang sampai ke akar- akarnya. Niat dan azam yang kuat ini tentu harus dibarengi perbuatan nyata yang konkret dan terprogram. Pendekatannya pun harus bersifat multifaset, multilevel, dan terpadu secara ada empat pendekatan multilevel yang secara serempak dan terpadu harus dilakukan pendekatan struktural- sistemik, pendekatan kultural, pendekatan keagamaan, dan pendekatan suri teladan dari para pendekatan struktural-sistemik berarti semua perangkat hukum dan pelembagaan dalam rangka pemberantasan korupsi harus disiapkan. Undang-undang yang dikeluarkan harus bersanksi berat. Adapun yang dikejar dengan cara capital punishment ini pelajaran bagi khalayak ramai agar tidak mencoba-coba balik semua perangkat hukum ini tentu saja adalah perlakuan hukum yang sama dan tidak memihak. Hukum harus ditempatkan di atas semua orang, golongan, dan kepentingan tanpa pilih kasih. Jika ini berjalan, korupsi dan tindak kejahatan lain apa pun akan juga akan berjalan secara efektif jika sistem kontrol yang bersifat timbal balik dihidupkan kembali. Prinsip trias politika adalah sebuah keniscayaan yang mau tak mau memang harus dihidupkan dan diberlakukan kembali. Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif di samping setara juga harus bersifat saling mengontrol dan saling kultural Pendekatan kultural tak kalah penting dalam upaya menghapus korupsi secara tuntas dan total. Seperti dimaklumi, penyebab utama maraknya KKN di bumi Indonesia—terutama selama Orde Baru dan Lama—adalah karena kita kembali ke dunia lama kita yang sesungguhnya sudah tidak cocok lagi dengan kebutuhan hidup sekarang. Penghalang utama adalah kultur bangsa kita sendiri yang selama berabad- abad hidup secara akrab dengan korupsi, kolusi dan nepotisme sebagai perantara yang dimainkan oleh kelompok keturunan asing, khususnya China, dalam perdagangan untuk kepentingan keraton berlanjut sampai hari ini dalam jumlah dan skala yang makin besar. Kehidupan para priayi yang lebih memilih hidup senang tanpa berpayah-payah telah menyebabkan kolusi dan nepotisme menjadi bagian tak terpisahkan, bahkan telah membudaya dari kehidupan feodal di bumi pendekatan kultural, struktur pemerintahan dan kekuasaan yang dijiwai oleh semangat feodalisme itu harus dikikis habis. Kita harus menyatakan perang terhadap feodalisme dan nepotisme itu sendiri. Dengan memberlakukan dan menggantikannya dengan sistem demokrasi, di mana rakyat yang berdaulat—bukan raja atau presiden—maka feodalisme dan nepotisme yang telah berurat berakar itu diharapkan akan hapus pada seperti telah disinggung di atas, pendekatan agama. Apa pun corak pendekatan yang dilakukan—struktural-sistemik, hukum, kelembagaan dan kebudayaan—jika tak dijiwai semangat keagamaan, orang hanya takut korupsi karena ada undang-undang, ada polisi, dan ada sanksi hukum yang sifatnya formal. Semua itu, seperti selama ini, bisa dibeli dan dikelabui. Adapun yang bisa menahan diri kita untuk tidak korupsi yang ternyata jauh lebih efektif justru adalah pertahanan yang ada dalam diri sendiri. Pertahanan itu namanya agama, walau yang keluar dalam bentuk norma, sikap, dan perilaku. Melalui ajaran-ajaran keagamaan ini, orang lalu tertahan untuk melakukan apa-apa yang tidak baik dan menyalahi hukum. Sanksi agama yang melekat dalam diri orang per orang bisa lebih ampuh dan lebih efektif daripada sanksi hukum mana pun. Praktik puasa hanyalah satu contoh betapa tanpa dilihat oleh siapa pun orang tak akan makan-minum yang membatalkan keempat, walau bukan yang terakhir, teladan yang baik dari para pemimpin. Adagium dalam Islam, ”mulailah dari dirimu sendiri”, sangat tepat dan berlaku dalam contoh keteladanan ini. Apatah lagi dalam Islam tiap orang adalah pemimpin, dan pemimpin itu bertanggung jawab terhadap yang kombinasi dari semua ini secara terpadu, multilevel, dan multifaset tentu lebih menjamin terkikis habisnya praktik dan budaya korupsi di bumi Indonesia. Jika dikerjakan dengan sungguh- sungguh, seperti yang kita lihat dengan contoh teladan dari negeri-negeri jiran, dalam satu generasi yang sama sudah akan terlihat Naim Sosiolog Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
LaporanTahunan; RKA-KL; Keuangan DIPA; Rencana Penggunaan DIPA; Laporan Realisasi Anggaran; Neraca Laporan Arus Kas; Catatan Atas Laporan Keuangan; Realisasi PNBP
Pengertian Kolusi – Istilah korupsi tentu sudah tidak asing di telinga Grameds bukan? Akan tetapi apakah Grameds mengetahui istilah kolusi? Pada umumnya, istilah kolusi ini digunakan untuk menyebutkan tindak KKN yaitu Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Secara singkat, pengertian kolusi ialah tindakan bersekongkol atau melakukan mufakat secara rahasia yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan tujuan guna melakukan tindakan yang tidak baik demi mendapatkan suatu keuntungan semata. Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian kolusi secara umum dan menurut para ahli. Pengertian Kolusi1. Merriam Webster Dictionary2. Oxford Dictionary3. Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI4. UU Republik Indonesia5. Otoritas Jasa Keuangan OJKCiri-Ciri dan Penyebab KolusiKarakteristik KolusiPenyebab Tindakan Kolusi1. Kolusi dalam Pemerintahan2. Kolusi dalam Pendidikan3. Kolusi dalam Lapisan MasyarakatPola Operasi Tindakan Kolusi1. Gratifikasi2. PerantaraDampak KolusiTindakan Pencegahan Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme1. Memperkuat sarana serta prasarana hukum2. Melakukan penyempurnaan pada kelembagaan penegak hukum3. Pemberdayaan peran masyarakat4. Peningkatan pada pelayanan masyarakat5. Melakukan peningkatan kesejahteraan bagi PNS, Polri dan TNI6. Melakukan pendekatan moral terhadap aparatur negara atau pihak yang berkuasaContoh Kasus KolusiRekomendasi Buku & Artikel TerkaitKategori Ilmu EkonomiMateri Terkait Secara umum, pengertian kolusi ialah suatu bentuk tindakan berupa persekongkolan maupun permufakatan yang dilakukan secara rahasia dan dilakukan oleh dua orang atau lebih, tujuan dilakukannya persekongkolan tersebut ialah untuk melakukan perbuatan yang tidak baik serta demi mendapatkan keuntungan tertentu. Sementara itu pendapat lain mengungkapkan, bahwa pengertian kolusi ialah suatu bentuk kerja sama yang bersifat ilegal maupun konspirasi rahasia yang memiliki tujuan untuk menipu maupun memperdaya orang lain. Pada umumnya, tindakan kolusi ini akan disertai dengan tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah maupun pihak-pihak tertentu demi mendapatkan keuntungan. Apabila disimpulkan, maka pengertian kolusi ialah sikap serta tindakan yang tidak jujur dan melanggar hukum dengan cara membuat kesepakatan rahasia, disertai dengan pemberian fasilitas maupun uang dalam jumlah tertentu sebagai bentuk pelicin guna kepentingan individu maupun kelompok. Selain secara umum, para ahli serta kamus-kamus pun turut mengemukakan pengertian kolusi. Berikut pengertian kolusi menurut para ahli. 1. Merriam Webster Dictionary Menurut kamus dari Merriam Webster tahun 1984, pengertian kolusi ialah suatu perjanjian maupun kerja sama ilegal. Di mana tujuan dari kerjasama tersebut ialah untuk menipu ataupun memperdaya pihak lain. 2. Oxford Dictionary Pengertian kolusi menurut Oxford dictionary, ialah suatu persengkongkolan maupun kerja sama yang rahasia serta ilegal guna menipu orang lain. 3. Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI Menurut KBBI, pengertian kolusi merupakan kerja sama rahasia yang memiliki maksud tidak terpuji di baliknya, persengkongkolan tersebut terjadi di antara para pengusaha serta pejabat pemerintah. 4. UU Republik Indonesia Dalam Undang-Undang Republik Indonesia pun dikemukakan pengertian kolusi. Menurut UU RI, pengertian kolusi ialah suatu permufakatan maupun kerja sama yang dilakukan secara rahasia serta melawan hukum di antara para penyelenggara negara serta pihak lainnya, seperti masyarakat maupun negara. 5. Otoritas Jasa Keuangan OJK Pengertian kolusi menurut lembaga OJK ialah suatu persengkongkolan di antara dua pihak ataupun lebih guna melakukan suatu tindakan yang seolah-olah tindakan tersebut wajar, akan tetapi tindakan tersebut dilakukan guna memperoleh keuntungan dengan cara merugikan pihak lainnya. Selain dari lima kamus serta lembaga tersebut, para ahli ekonom pun menjelaskan, bahwa pengertian kolusi ialah suatu bahasan yang merujuk kepada suatu aktivitas maupun perbuatan yang tidak jujur serta dilakukan oleh dua pihak terkait yang telah sepakat untuk melakukan kerja sama dalam mencapai tujuan tertentu. Contohnya seperti memainkan harga pasar. Kasus kolusi sendiri, merupakan kasus yang dianggap lumrah dilakukan oleh paling tidak dua perusahaan besar yang memiliki keinginan untuk saling meraup keuntungan bersama atau oligopoli. Dalam pola praktik yang sama, berlaku pula kasus kolusi yang dilakukan secara individu. Di mana telah terjadi suatu kesepakatan guna meraih tujuan tertentu. Contohnya adalah seperti pemberian hadiah atau gratifikasi oleh seorang pengusaha pada seorang oknum pejabat, agar pengusaha tersebut mendapatkan izin proyek. Praktek kolusi tersebut, cukup marak terjadi di Indonesia. Maraknya kasus kolusi, dapat dilihat dari banyaknya penangkapan sejumlah oknum pejabat maupun pengusaha berkaitan kasus ini. Di Indonesia, peraturan mengenai kolusi pun telah diatur dengan jelas dalam UU tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli serta persaingan usaha tidak sehat. Ada dua TAP MPR yang berkaitan dengan kolusi, yaitu TAP MPR XI tahun 1998 mengenai penyelenggaran negara yang bersih serta bebas korupsi, kolusi dan nepotisme KKN, serta TAP MPR VIII tahun 2001 tentang arah kebijakan pemberantasan serta pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme KKN. Meskipun tindakan kolusi tersebut tertuang dalam UU serta TAP MPR, akan tetapi masih tidak ada undang-undang yang mengatur tentang kolusi yang dikaitkan dengan tindak pidana korupsi. Ciri-Ciri dan Penyebab Kolusi Agar dapat dengan mudah mengidentifikasi tindakan kolusi, berikut adalah beberapa karakteristik atau ciri dari tindakan kolusi yang mengacu pada pengertian kolusi. Hadirnya kerja sama yang bersifat rahasia atau permufakatan ilegal di antara dua orang atau lebih, dengan tujuan untuk melawan hukum yang berlaku. Permufakatan maupun kerja sama bersifat ilegal, dilakukan oleh penyelenggara negara maupun pihak lain yang memiliki posisi penting. Terjadi pemberian uang pelicin atau gratifikasi atau fasilitas tertentu pada oknum pejabat pemerintah, agar kepenting dari individu atau kelompok tertentu dapat dengan mudah tercapai. Karakteristik Kolusi Di Indonesia, tindakan kolusi paling sering terjadi dalam proyek pengadaan jasa serta barang tertentu yang umumnya dilakukan oleh pihak pemerintah. Tindakan kolusi satu ini, juga memiliki karakteristik, berikut penjelasannya. Pemberian uang pelicin dari perusahaan tertentu kepada seorang oknum pejabat maupun oknum pegawai pemerintahan, agar perusahaan tersebut dapat memenangkan tender dari pengadaaan jasa maupun barang tertentu. Pada umumnya, imbalannya ialah perusahaan tersebut akan kembali ditunjuk untuk proyek selanjutnya. Penggunaan broker atau perantara seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dalam pengadaan jasa maupun barang tertentu. Padahal seharusnya pengadaan barang tersebut, dapat dilaksanakan dengan melalui prosedur yang legal dan benar. Penyebab Tindakan Kolusi Sementara itu, tindakan kolusi terjadi tidak semerta-merta saja, akan tetapi ada beberapa penyebab atau alasan yang melatar belakangi terjadinya tindakan kolusi tersebut. Berikut penjelasan penyebab tindakan kolusi. 1. Kolusi dalam Pemerintahan Kolusi yang terjadi dalam pemerintahan, disebabkan oleh adanya tindakan monopoli kekuasaan dengan wewenang pejabat yang absolut tanpa adanya mekanisme pertanggungjawaban. Pejabat pemerintah pun dikenal memiliki budaya korupsi yang menjamur, sistem dari kontroll yang tidak lagi berfungsi, membuat hubungan pemimpin dengan bawahan menjadi tidak berdasarkan pada asas persamaan. 2. Kolusi dalam Pendidikan Tindakan kolusi dalam pendidikan terjadi karena disebabkan oleh beberapa hal. Beberapa di antara penyebabnya ialah sistem pendidikan yang tidak cukup baik, tradisi untuk memberikan uang pada tenaga pendidik, kurikulum yang masih tidak kontekstual, pemberian apresiasi serta gaji pada tenaga pendidik yang masih rendah, meskipun biaya sekolah tinggi. 3. Kolusi dalam Lapisan Masyarakat Tindakan kolusi juga dapat terjadi di lingkungan masyarakat, kolusi yang terjadi di masyarakat ini sebagian besar disebabkan oleh berbagai macam. Contohnya adalah seperti ekonomi, latar belakang pendidikan, kultur atau budaya kerja seseorang hingga lingkungan tempat tinggal seseorang. Pola Operasi Tindakan Kolusi Ketika ada oknum yang melakukan modus operandi kolusi di Indonesia, maka pola operasinya akan terbagi dalam dua macam, antara lain ialah sebagai berikut. 1. Gratifikasi Pola operasi tindakan kolusi yang pertama ialah dengan memberikan hadiah atau gratifikasi, baik itu berupa uang tunai maupun barang dari seorang pengusaha kepada oknum pejabat. Oknum pejabat ini bisa pejabat yang berada di tingkat daerah ataupun oknum pejabat tingkat nasional. Mislanya anggota parlemen maupun eksekutif dengan tujuan oknum pejabat tersebut untuk memuluskan atau melicinkan jalan perusahaan yang dipimpin oleh pengusaha untuk berhasil memenangkan tender dari suatu proyek pemerintah. Kerja sama tersebut, kadang juga berlanjut ke proyek selanjutnya. Tindakan gratifikasi ini, juga dirumuskan dalam Pasal 12 B ayat 1 UU No. 31 tahun 1999 juncto UU No 20 Tahun 2001 yang berbunyi sebagai berikut, “setiap gratifikasi pada pegawai negeri maupun penyelenggara negara dianggap sebagai pemberian suap, jika berhubungan dengan jabatannya serta berlawanan dengan kewajiban maupun tugasnya.” Jika dilihat dari rumusan pasal tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu tindakan gratifikasi maupun pemberian hadiah dapat berubah menjadi suatu perbuatan pidana suap, khususnya pada seorang Penyelenggara Negara maupun pegawai negeri. Ketika penyelenggara maupun pegawai negeri melakukan tindakan untuk menerima gratifikasi maupun pemberian hadiah dari pihak manapun. Pemberian hadiah, tidak akan dianggap sebagai tindakan gratifikasi, apabila pemberian hadiah tersebut tidak memiliki hubungan dengan jabatan atau pekerjaan seseorang. 2. Perantara Pola kolusi yang kedua berkaitan dengan adanya pengadaan barang maupun jasa. Di mana proses tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan mekanisme government to government maupun government to producer dan harus lebih dulu melalui seorang perantara yang ingin mengambil keuntungan. Perantara atau disebut pula dengan broker tersebut, biasanya terdiri dari oknum yang memiliki jabatan serta wewenang tertentu di lembaga pemerintahan maupun perusahaan. Dampak Kolusi Aparat perlu melakukan tindakan tegas mengenai kolusi, sebab kolusi merupakan bentuk dari permufakatan yang jahat serta dilakukan secara bersama dengan tujuan untuk meraup keuntungan. Tindakan kolusi, tentu saja merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan telah masuk dalam kategori tindak pidana, sehingga siapa pun yang tertangkap melakukan tindakan kolusi perlu diproses secara hukum. Tindakan kolusi yang terjadi secara terus-menerus, bahkan dianggap wajar, tentu akan menimbulkan beberapa dampak buruk bagi banyak pihak. Sebab tindakan kolusi merupakan tindakan yang melanggar hukum. Lalu, apa saja dampak yang ditimbulkan dari tindakan kolusi ini? Berikut penjelasannya. Kolusi dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan sosial di masyarakat serta ketidakadilan di berbagai bidang dalam kehidupan. Proses dari pertumbuhan ekonomi serta investasi menjadi terhambat, sehingga pengentasan akan kemiskinan pun ikut terdampak dan terhambat. Terjadinya suatu pemborosan terhadap sumber daya, baik itu sumber daya manusia maupun sumber daya ekonomi. Proses dari demokrasi menjadi terganggu, karena adanya pelanggaran terhadap hak-hak warga negara. Timbulnya rasa tidak percaya dari masyarakat kepada aparat negara. Terjadi ketidakselarasan di antara fungsi, mekanisme proses sesuai dengan prosedur dan hukum, tujuan dengan praktiknya di lapangan. Tindakan Pencegahan Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme Seperti yang diketahui, bahwa tindakan KKN ini bukanlah hal yang baru dan bahkan telah menjamur di Indonesia. Di Indonesia sendiri, ada beberapa tindakan penanganan kasus kolusi, korupsi serta nepotisme. Contohnya ialah penangan kasus KKN di masa pemerintahan Soeharto. Pada masa tersebut, KKN ditindak dengan berdasarkan TAP MPR RI 1998. Ada dua kasus KKN yang mendapatkan sorotan di masa tersebut, yaitu yayasan yang dipimpin oleh Soeharti dan kebijaksanaan dari mobil nasional. Pada dua kasus tersebut, ada indikasi penyalahgunaan wewenang. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mencegah terjadi tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme di masa depan. Berikut adalah beberapa upaya melakukan pencegahan pada kolusi, korupsi dan nepotisme. 1. Memperkuat sarana serta prasarana hukum Langkah tersebut dapat ditempuh dengan beberapa cara berikut ini. Pembuatan peraturan perundangan yang baru Melakukan pencabutan maupun penyempurnaan peraturan perundangan Memberlakukan peraturan perundangan lainnya yang dapat mendukung upaya dari penghapusan KKN. 2. Melakukan penyempurnaan pada kelembagaan penegak hukum Pejabat negara harus memiliki jiwa kepemimpinan yang baik serta mampu melakukan pengembangan manusia secara luas dan jauh ke depan, sejalan dengan apa yang diperlukan dalam pembangunan. Dalam penegakan hukum, harus disertai pula dengan rasa kemanusiaan, agar dapat terhindar dari adanya diskriminasi hukum bagi rakyat yang berada di lapisan bawah. 3. Pemberdayaan peran masyarakat Setiap warga negara memiliki hak untuk dapat menyuarakan pendapatnya terhadap suatu keputusan, baik itu secara langsung ataupun melalui suatu intermediasi dari institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya sebagai warga negara. Langkah tersebut, dapat diambil ketika masyarakat turut serta dalam kegiatan pemilu. Sehingga, tidak akan ada tindakan kolusi, korupsi maupun nepotisme, atau dapat meminimalisir terjadinya KKN karena masyarakat secara langsung turut berperan. 4. Peningkatan pada pelayanan masyarakat Tindakan dalam pencegahan upaya KKN lainnya ialah dengan meratakan pelayanan pada masyarakat secara adil dengan cara tidak membedakan status maupun golongan. Sehingga, melalui upaya tersebut akan tercipta kepercayaan terhadap para aparatur negara dari masyarakat. Adanya transparansi pelayanan masyarakat, juga dibutuhkan agar suatu lembaga serta informasi dapat secara langsung diterima oleh masyarakat atau pihak-pihak yang membutuhkan informasi tersebut. 5. Melakukan peningkatan kesejahteraan bagi PNS, Polri dan TNI Upaya kelima dalam melakukan pencegahan KKN ialah dengan meningkatkan kesejahteraan aparatur negara atau pejabat negara, salah satu caranya ialah dengan memberikan kenaikan gaji. Ketika aparatur negara merasa cukup sejahtera, maka tindakan korupsi pun akan perlahan hilang atau meminimalisir kegiatan KKN. 6. Melakukan pendekatan moral terhadap aparatur negara atau pihak yang berkuasa Tindakan kolusi, korupsi maupun nepotisme, akan terus terjadi jika aparatur negara atau pihak-pihak yang memiliki kuasa masih memiliki kepribadian yang buruk. Sehingga, dalam upaya pencegahan terjadinya kolusi, korupsi maupun nepotisme, maka dibutuhkan adanya suatu pendekatan moral serta nilai dan keyakinan dalam ajaran agama. Dengan begitu, maka diharapkan bahwa aparatur negara maupun pihak berkuasa dapat sadar serta menghentikan tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme yang dapat merugikan banyak pihak. Contoh Kasus Kolusi Agar lebih paham mengenai tindakan kolusi, berikut adalah beberapa contoh dari kasus kolusi yang terjadi di Indonesia. Menyuap instansi pemerintah, dengan tujuan agar seseorang diterima menjadi PNS. Memberikan uang pelicin kepada tenaga pengajar, agar nilai rapor dari murid tertentu dapat lebih baik. Menyuap instansi-instansi pendidikan, agar seseorang dapat diterima di sekolah maupun universitas favorit. Melakukan penyuapan pada petugas pajak, sehingga nilai pajak yang harus dibayarkan pun menjadi lebih kecil. Melakukan penyuapan pada hakim maupun jaksa, agar hakim dan jaksa dapat meringankan hukuman bagi pelaku kejahatan. Itulah penjelasan pengertian kolusi, ciri-ciri, dampak dan beberapa upaya mengatasinya. Apabila Grameds ingin mengetahui lebih lanjut tentang kolusi atau tindakan KKN, Grameds dapat mengulik lebih dalam dengan membaca buku yang tersedia di Sebagai SahabatTanpaBatas, Gramedia selalu menyediakan beragam buku bermanfaat dan original untuk Grameds. Jadi tunggu apa lagi? Segera beli dan dapatkan bukunya sekarang juga! Rekomendasi Buku & Artikel Terkait BACA JUGA Dampak Korupsi Terhadap Ekonomi, Politik, Pemerintahan & Hukum Mengenal Tugas dan Wewenang KPK, Ada Apa Saja? Rekomendasi Buku Tentang Korupsi Terbaik Permasalahan Sosial Pengertian, Faktor, Penyebab, Dampak, dan Solusi Pengertian, Fungsi, dan Pembagian Lembaga Negara ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah." Custom log Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda Tersedia dalam platform Android dan IOS Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis Laporan statistik lengkap Aplikasi aman, praktis, dan efisien Pemerintahmenginginkan sebagai pengingat terhadap bahaya laten PKI dan memuja kepahlawanan Jenderal Soeharto dan film lain adalah Janur Kuning. Tidak berfungsinya kontrol dari lembaga kenegaraan politik dan sosial, karena didominasi kekuasaan presiden/eksekutif yang tertutup sehingga memicu budaya korupsi kolusi dan nepotisme. 3.
DAMPAK KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME KKN Korupsi bahasa latin courruptio dari kata kerja corrumpere, yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN di Indonesia telah menjadi penyakit sosial yang sangat membahayakan kelangsungan kehidupan bangsa dari upaya mewujudkan keadilan sosial, kemakmuran dan kemandirian, bahkan memenuhi hak-hak dasar kelompok masyarakat rentan fakir miskin, kaum jompo dan anak-anak terlantar. Menurunnya tingkat kesejahteraan menyengsarakan rakyat, kerusakan lingkungan sumber daya alam, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, hilangnya modal manusia yang handal, rusaknya moral masyarakat secara besar-besaran bahkan menjadikan bangsa pengemis merupakan cerminan dari dampak KKN. Pada umumnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan negara. Selain itu, Korupsi merupakan bagian dari gejala sosial yang masuk dalam klasifikasi menyimpang negative, karena merupakan suatu aksi tindak dan perilaku sosial yang merugikan individu lain dalam masyarakat, menghilangkan kesepakatan bersama yang berdasar pada keadilan, serta pembunuhan karakter terhadap individu itu sendiri. Makna korupsi, sebagai suatu tindakan amoral, tidak memihak kepentingan bersama egois, mengabaikan etika, melanggar aturan hukum, dan terlebih melanggar aturan agama. Kolusi adalah suatu kerja sama melawan hukum antar penyelenggara negara atau antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau Negara. Dan Nepotisme adalah tindakan atau perbuatan yang menguntungkan kepentingan keluarganya atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan Negara. Dalam prakteknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang otentik. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN ini merupakan bahaya laten yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. Tindakan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN ini merupakan produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat. Dalam konteks USDRP yang diinisasi Pemerintah dan Bank Dunia, KKN menjadi penyebab rendahnya daya saing suatu daerah, terhambatnya proses pertumbuhan dan pengembangan ekonomi lokal/daerah maupun semakin jeleknya kualitas dan kuantitas layanan publik. Untuk itu, menjadi suatu kewajaran salah satu manual UIDP yang dikembangkan oleh CPMU dengan dukungan Team Manajemen Konsultan UIDP dan MTAS mengembangkan manual tentang Program Anti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang dikenal Anti Corruption Action Plan/ACAP. Tentunya pengembangan manual ACAP yang sedang disiapkan oleh Team Konsultan Tingkat Nasional tersebut menjadi saksi bahwa Pemerintah dan Bank Dunia melalui USDRP serius untuk membasmi pelaku Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN beserta benih-benihnya. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN menjadi tumbuh subur pada suatu tatanan pemerintahan yang mengabaikan prinsip demokratisasi dasar yakni transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya publik. Dampaknya paling dirasakan oleh kelompok sosial masyarakat rentan baik secara ekonomi maupun akses, selain itu tumbuh kembangnya budaya dan relasi informal dalam pelayanan publik serta distrust terhadap pemerintahnya. Hernando de Soto 1992 misalnya menyatakan. “….terdapat perilaku rasional rational choice dari masyarakat untuk menjadi “informal” secara ekonomis terhadap pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Munculnya perilaku rational choice masyarakat tidak terlepas dari perilaku birokrasi yang selama ini dirasakan oleh masyarakat.” Barzelay 1982 dalam Breaking Through Bureaucracy’ menyatakan “ masyarakat bosan pada birokrasi yang rakus dan bekerja lamban” Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan stategis dan basah. Jadi mereka tinggal meningkatkan kreativitasnya untuk korupsi. Intinya adalah masalah kesempatan saja, yang berarti produk undang-undang dan aplikasinya hanyalah tindakan pemberan Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan stategis dan basah. Jadi mereka tinggal meningkatkan kreativitasnya untuk korupsi. Intinya adalah masalah kesempatan saja, yang berarti produk undang-undang dan aplikasinya hanyalah tindakan pemberantasan dan bukan pencegahan preventif. Perkara Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN yang banyak menimpa para pejabat, baik dari kalangan eksekutif, yudikatif maupun legislatif menunjukkan tidak hanya mandulnya Undang-undang Nomor 28 tahun 1999, tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan nepotisme, tetapi juga semakin tidak tertibnya nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat. Kasus korupsi yang diduga melibatkan para menteri, mantan menteri, gubernur, mantan gubernur, bupati, mantan bupati dan lain sebagainya menunjukkan bahwa para pejabat negara yang diharapkan menjadi tauladan bagi masyarakat luas mengenai tertib hukum dan tertib sosial, ternyata justru mereka yang harus duduk dikursi pesakitan dengan tuntutan tindak pidana korupsi. Kasus Bulog dan kasus dana non bugeter DKP yang begitu kusut hanyalah sedikit dari sekian banyak perkara pelaku korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN di negara yang berupaya mewujudkan good goverment and clean goverment sebagai salah satu cita-cita reformasi. Akibat – akibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN ini adalah Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap. ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya. pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi. Selanjutnya Mc Mullan 1961 menyatakan bahwa akibat korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusahaterutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan akibatakibat korupsi diatas adalah sebagai berikut Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal. Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial. Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik. Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi,hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif. Secara umum akibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Semangat dan upaya pemberantasan korupsi di era reformasi ditandai dengan keluarnya berbagai produk perundangan-undangan dan dibentuknya institusi khusus, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN. Harapan terhadap produk-produk hukum diatas adalah praktek sebelum reformasi dapat dibawa kemeja hijau dan uangnya dikembalikan pada negara, sedangkan pada pasca reformasi dapat menjadi suatu usaha preventif. Namun apa yang terjadi dilapangan tidaklah sesuai yang diharapkan. Beberapa kasus dimasa orde baru ada yang sampai kemeja hijau. Walau ada yang sampai pada putusan hakim tapi lebih banyak yang diputuskan atau bahkan hanya sampai pada penyidik dan Berita acara perkaranya BAP mungkin disimpan dilemari sebagai koleksi pribadi pengadilan. Kemudian timbul pertanyaan bagaimana hasilnya setelah pasca reformasi? Jawabannya adalah sama saja walaupun sebenarnya dimasa presiden Susilo Bambang Yudoyono genderang perang terhadap korupsi sudah menunjukan beberapa hasilnya, kalau tidak mau disebut jalan ditempat. Beberapa kasus besar memang telah sampai pada putusan pemidanaan dan berkekuatan hukum tetap. Tapi perkara korupsi, kolusi dan Nepotisme KKN ini bukanlah monopoli dari kalangan elit tapi juga oleh kalangan akar rumput walaupun kerugian yang ditimbulkan sedikit. Pertanyaan selanjutnya? Bagaimana bila suatu saat mereka bisa menduduki jabatan stategis dan basah. Jadi mereka tinggal meningkatkan kreativitasnya untuk korupsi. Intinya adalah masalah kesempatan saja, yang berarti produk undang-undang dan aplikasinya hanyalah tindakan pemberantasan dan bukan pencegahan preventif. Korupsi ternyata bukan hanya masalah hukum tapi juga budaya, kebiasaan dan kesempatan, moral dan agama. Sehingga menjadi suatu kesalahan besar ketika kita mengatakan bahwa korupsi bisa diberantas sampai keakar-akarnya bila yang dilakukan hanyalah sebatas pemenuhan kebutuhan yuridis. Karena realitasnya semakin banyak peraturan justru korupsi, kolusi dan Nepotisme KKN ini akan semakin meningkat. Indonesia merupakan negara yang berprestasi dalam hal korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN dan negara-negara lain tertinggal jauh dalam hal ini. Bahkan yang lebih menggelikan lagi ada kalimat yang sudah menjadi semacam slogan umum bahwa Indonesia negara terkorup tapi koruptornya tidak ada. Sepertinya ini sesuatu yang aneh yang hanya dapat terjadi di negeri antah barantah. Selain korupsi, dua kata yang dikaitkan dengannya adalah kolusi dan nepotisme juga merupakan tindak pidana. Tapi apakah selama ini ada perkara yang terkait dengan hal itu. Muncul pertanyaan apakah dimasukannya dua tindak pidana tadi hanya sebagai produk untuk memuaskan masyarakat saja? Atau memang bertujuan melakukan pemberantasan terhadap kolusi dan nepotisme yang telah masuk kedalam stuktur masyarakat dan struktur birokrasi kita? Kenapa UU tidak berjalan efektif dalam aplikasinya? Apakah ada error criminalitation? Padahal proses pembuatan suatu undang-undang membutuhkan biaya yang besar dan akan menjadi sia-sia bila tidak ada hasilnya. Dimana sebenarnya letak kesalahan yang membuat tujuan tertib hukum ini justru meningkatkan ketidaktertiban hukum. Dizaman dimana hukum positif berlaku dan memiliki prinsip asas legalitas yang bertolak pada aturan tertulis membuat hukum dipandang sebagai engine solution yang utama dalam mengatasi banyak permasalahan yang muncul dimasyarakat. Namun dalam realitasnya ternyata hukum hanya sebagai obat penenang yang bersifat sementara dan bukan merupakan upaya preventif serta bukan juga sebagai sesuatu yang dapat merubah kebiasaan dan budaya negatif masyarakat yang menjadi penyebab awal permasalahan. Permasalahan pokok yang menyebabkan ketidaktertiban hukum ini adalah karena adanya ketidaktertiban sosial. Bila bicara masalah hukum seharusnya tidak dilepaskan dari kehidupan sosial masyarakat karena hukum merupakan hasil cerminan dari pola tingkah laku, tata aturan dan kebiasaan dalam masyarakat. Namun sangat disayangkan hukum sering dijadikan satu-satunya mesin dalam penanggulangan kejahatan dan melupakan masyarakat yang sebenarnya menjadi basis utama dalam penegakan hukum. Jadi jelas bahwa aspek sosial memegang peran yang penting dalam upaya pencegahan kejahatan yang tentunya hasilnya akan lebih baik karena memungkinkan memutus mata rantainya. Upaya Penanggulangan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansipemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara. mengusahakan perbaikan penghasilan gaji bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan. menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan. hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense ofbelongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasaperuasahaan tersebut adalah milik sendiri dan selalu berusaha berbuat yang terbaik. Pada akhirnya pemerintah mempunyai peran penting dalam penanganan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN ini sehingga bangsa kita bisa lebih menjadi lebih baik dan lebih maju.
a Korupsi. Korupsi ( dalam bahasa latin : corruptio dari kata corrumpere yang bermakna busuk, rusak, mengoyahkan, memutar-balik, menyogok) secara luas berarti penyalahgunaan jabatan resmi untuk kepentingan pribadi. Dari sudut pandang hukum, korupsi memenuhi hal-hal berikut ; 1. Perbuatan melawan hukum.
- Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme KKN menjadi salah satu masalah di Indonesia yang belum terselesaikan. Dengan adanya TAP MPR - Nomor XI/MPR/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, pemerintah kemudian menetapkan peraturan perundang-undangan untuk mengatur tindak KKN tersebut. Beberapa undang-undang tersebut yakni1. Undang- undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Halaman Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme; 2. Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1999 tentang Tatacara Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1999 tentang Persyaratan dan Tatacara Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1999 tentang Tatacara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Fungsi dan Wewenang Komisi Pemeriksa; 5. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1999 tentang Tatacara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara. Tujuan pemerintah menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari tindak penyelewengan kekuasaan. Dengan demikian, aparatur negara mampu menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana mestinya dengan penuh tanggung Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi. Sedangkan Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara. Sementara Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan KKN Contoh penanganan kasus KKN yakni pada masa pemerintahan presiden Soeharto. Tindakan ini berdasarkan atas TAP MPR-RI No. XI/MPR/1998. Dua kasus KKN yang disorot pada masa itu adalah yayasan-yayasan yang dipimpin oleh Presiden Soeharto dan kebijaksanaan mobil nasional. Terdapat indikasi penyalahgunaan wewenang terhadap dua kasus tersebut. Berbagai upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya KKN di masa depan mengutip dari Buku Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme dari Perekonomian Nasional, yaitu. 1. Memperkuat sarana dan prasarana hukum, dapat ditempuh melalui cara berikut. Pembuatan Peraturan Perundangan Baru; Penyempurnaan/Pencabutan Peraturan Perundangan; Peraturan Perundangan Lain Yang Mendukung Upaya Penghapusan KKN. 2. Penyempurnaan Kelembagaan Penegak Hukum Seorang pejabat negara harus mempunyai jiwa kepemimpinan yang baik dan mampu mengembangkan manusia secara luas serta jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan. Dalam penegakkan hukum harus dibarengi dengan rasa kemanusiaan, agar menghindari adanya diskriminasi hukum bagi rakyat bawah. 3. Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat Setiap warga negara dapat menyuarakan pendapatnya terhadap sebuah keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Langkah ini dapat diambil ketika masyarakat ikut serta dalam kegiatan pemilu. Sehingga tindakan KKN dapat diminimalisir dengan adanya peran serta masyarakat secara langsung. 4. Peningkatan Pelayanan Masyarakat Pemerataan pelayanan secara adil dengan tidak membedakan status dan golongan dapat menciptakan kepercayaan masyarakat terhadap aparatur negara. Transparansi pelayanan masyarakat dibutuhkan agar lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. 5. Peningkatan Kesejahteraan PNS, Poiri, dan TNI Upaya penanggulangan KKN dengan cara menaikkan gaji pejabat atau aparatur negara hanyalah salah satu cara untuk mencegah terjadinya kejahatan korupsi. Karena KKN akan tetap terjadi apabila kepribadian dari pejabat negara masih buruk. Dalam hal ini penting adanya pendekatan moralistis, nilai-nilai dan keyakinan dalam ajaran juga Mengenal Program KKN Tematik Covid-19 dan Cerita Relawan KKN Ekonomi Indonesia 1989-1996 Berjaya tapi Labil dan Penuh KKN - Sosial Budaya Kontributor Chyntia Dyah RahmadhaniPenulis Chyntia Dyah RahmadhaniEditor Yantina Debora
pemerintahantersebut terkenal dengan pemimpin tiran yang bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Seperti yang dikatakan Suminto A. Sayuti bahwa pada masa kepemimpinan Soeharto muncul berbagai masalah yang saling berkaitan, yaitu korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang melanda sistem pemerintahan pusat
Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free KKNKorupsi,Kolusi,Nepotisme di IndonesiaDisusun untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Filsafat IlmuDosen Prof. Dr. Nadiroh, OlehNama Resti RapidawatiNIM 1401618109Kelas PPKn C 2018Program Studi Pendidikan Pancasila dan KewarganegaraanFakultas Ilmu SosialUniversitas Negeri Jakarta2018 1. PEMBAHASANApa Itu KKN?KKN Korupsi, Kolusi, Nepotisme merupakan benalu sosial dimana KKN ini merugikan banyak pihak dan hanya menguntungkan satu pihak saja. Dimulai dari Korupsi, korupsi sendiri memiliki arti suatu tindakan yang sangat tidak terpuji dan sangat buruk seperti menerima uang sogokan agar lancarnya suatu proyek/kepentingan, penggelapan uang, atau memakan uang orang lain untuk memperkaya diri seseorang ataukelompok tertentu. Bukan hanya tindakan dalam pekerjaan, menyontek juga merupakan salahsatu contoh tindak korupsi lho. Lalu ada Kolusi, kolusi yaitu tindakan persekutuan atau kerjasama untuk urusan yang memiliki tujuan tidak baik yaitu penyalahgunaan wewenang yang dimiliki oleh salah satu pejabat Negara. Kemudian ada nepotisme, nepotisme yaitu lebih memilih teman, sahabat, saudara untuk naik jabatan, atau menempatkannya yang bukan dibidang KKN bisa terjadi?Menjadi pertanyaan besar mengapa KKN bisa dengan mudah terjadi dan bahkan sering terjadi. Manusia dimana hakikatnya diciptakan dengan memiliki hawa nafsu. Moral yang sudah tertanam tidak baik dan juga memiliki mentalitas dalam dirinya yang buruk sehingga memiliki niat untuk melakukan kecurangan untuk kebahagiaan dirinya. Manusia yang berkualitas adalah manusia yang bisa bersaing di dalam arti yang baik.” Di dalam persaingan diperlukan kualitas individu” Nadiroh, 2011 maksudnya pada jaman ini banyak orang yang hanya mencari kekayaan dalam tugasnya bukan melaksanakan tanggungjawab yang sudah diberikan kepadanya, kualitas individu sangat diabaikan dalam KKN. Faktor ekonomi-pun ada disini, dimana pendapatan yang rendah membuat rasa ingin berbuat curang-pun timbul. Kemudian ada rasa naluri yang kuat kepada kerabat dekat dimana simbiolosis mutualisme disini dijanjikan. Kemudian ada faktor dari manajemen kekuasaan dimana kurangnya pengawasan dan penegasan yang ada sehingga terbuka pintu cukup lebar untuk seseorang melakukan KKN. Dimana seseorang akan mengganggap bahwa penyimpangan yang dilakukannya aman jika tidak ketahuan sehingga akan menjadi budaya dalam pekerjaannya. Di Indonesia sendiri KKN telah menjadi penyakit sosial yang sangat membahayakan kelangsungan kehidupan bangsa dari upaya mewujudkan keadilan sosial,kemakmuran dan kemandirian, bahkan memenuhi hak-hak dasar kelompok masyarakat rentan fakir miskin, kaum jompo dan anak-anak terlantar. Dalam prakteknya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang otentik. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme KKN ini merupakan bahaya laten yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu kondisi dan akibat dari KKN?KKN merupakan tindakan yang sangat tidak patut dilakukan karena menimbulkan kerugian baik terhadap individu maupun orang. Kondisi dan akibat dari adanya perilaku KKN ialah merugikan Negara, orang banyak, dan bisa merusak moral bangsa. Perilaku ini juga menghambat cita-cita bangsa Indonesia dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke-4. KKN merupakan benalu sosial dimana merusak struktur pemerintahan itu sendiri serta memperlambat pembangunan bangsa. Menurunnya tingkatkesejahteraan menyengsarakan rakyat, kerusakan lingkungan sumber daya alam, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, hilangnya modal manusia yang handal, rusaknya moral masyarakat secara besar-besaran bahkan menjadikan bangsa pengemis merupakan cerminan dari dampak KKN. “akibat korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusahaterutama perusahaan asing, ketidakstabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif” Mulan, 1961 .Meskipun sebagian besar gambarannya di atas negatif, ada beberapa tanda-tanda positif. Pertama-tama perlu disebutkan bahwa ada dorongan besar dari rakyat Indonesia untuk memberantas korupsi di Indonesia dan media yang bebas memberikan banyak ruang untuk menyampaikan suara mereka pada skala nasional, sementara para lembaga media juga asyik berfokus pada skandal-skandal korupsi meskipun beberapa institusi media - yang dimiliki oleh politisi atau pengusaha - memiliki agendanya sendiri untuk melakukan hal ini. Dorongan rakyat untuk memberantas korupsi berarti bahwa "bersikap anti-korupsi" sebenarnya bisa menjadi vote-gainer pendulang suara yang penting bagi politisi yang bercita-cita tinggi. Terlibat atau disebutkan dalam kasus korupsi benar-benar bisa merusak karir karena dukungan rakyat akan merosot drastis. Efek samping negatif bagi perekonomian negara dari pengawasan publik ini yaitu pejabat pemerintah saat ini sangat berhati-hati dan ragu-ragu untuk mengucurkan alokasianggaran pemerintahan mereka, takut menjadi korban dalam skandal korupsi. Perilaku berhati-hati ini bisa disebut sebagai keberhasilan pengaruh KPK yang memantau aliran uang, tetapi juga menyebabkan belanja pemerintah yang dan rekomendasi dari permasalahan KKNPermasalahan KKN haruslah segera dihilangkan. Walaupun sulit terlihat, perilaku ini diharapkan mampu dihindari. Pertama, memperkuat keimanan dan budaya malu. Bagaimanapun juga, keimanan adalah benteng terbaik untuk mencegah perbuatan menipu. Karena orang yang imannya kuat takut terhadap adzab Allah dan merasa senantiasa diawasi oleh Allah meski tidak ada manusia yang system penggajian yang layak. Ketiga, hukuman yang berat. Tindak KKN ini termasuk dalam kelompok tindak pidana takzir. Oleh sebab itu, penentuan hukuman, sanksi diserahkan kepada pemerintah atau badan hukum yang berwenang. Dan yang keempat, kesadaran kolektif serta control public. Masyarakat harus aktif mengontrol kinerja atau apa-apa yang dilakukan juga harus trasnparan kepada masyarakat. Peran media disini sangat penting. Karakteristik intelektual juga mencakup kompetensi intelektual, memecahkan masalah dan alasan untuk mengubah perilaku belajar, dan perbedaan keterampilan proses berpikir individu. Jadi, “pendidikan disekolah membentuk karakteristik seorang anak agar memiliki karaktek yang baik dan tidak memiliki keinginan untuk melakukan kecuranga”.Nisa, choerun nur , Nadiroh, 2018KesimpulanKKN Korupsi, Kolusi, Nepotisme merupakan perilaku curang oleh perseorangan atau badan dimana memiliki tujuan yang buruk dengan maksud ingin menyenangkan dirisendiri maupun pihak lain yang terlibat. KKN dalam prakteknya mudah dilakukan karna kurangnya pengawasan serta luasnya peluang untuk melakukan. Peran pemerintah dan masyarakat bahkan media sangat penting dalam hal memberantas tindak KKN. Dimana adanya pengawasan, sanksi yang berat terhadap pelaku, control masyarakat kepada pemerintahan, dan juga penyebaran informasi mengenai kinerja pemerintah sangat dibutuhkan dalam hal pemberantasan tindak KKN. Daftar PustakaMulan. 1961. No 2011. DEMOKRATISASI PENDIDIKAN. DEMOKRATISASI PENDIDIKAN, PERSPEKTIF PENDIDIKAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS.Nisa, choerun nur , Nadiroh, eko siswono. 2018. KEMAMPUAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI HOTS TENTANG LINGKUNGAN BERDASARKAN LATAR BELAKANG AKADEMIK SISWA. Pendidikan Lingkungan Dan Pembangunan Berkelanjutan, 19 no 2. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication.
Gerakan1998 menuntut reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya.
› Opini›Bahaya Laten Korupsi Sudah saatnya negara kita menetapkan korupsi sebagai bahaya laten yang dapat mengganggu terwujudnya tujuan negara, seperti yang disampaikan Ketua KPK pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia. OlehPangeran Toba Hasibuan 6 menit baca BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN/MUCHLIS JR Presiden Joko Widodo memberikan kata sambutan saat menghadiri peringatan Hari Antikorupsi Sedunia secara virtual dari Istana Negara Jakarta, Rabu 16/12/2020. Dalam sambutannya, Presiden meminta adanya pengembangan budaya antikorupsi dan menumbuhkan rasa malu menikmati hasil korupsi dan memperluas pendidikan antikorupsi untuk melahirkan generasi masa depan yang antikorupsi. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya membangun sistem yang menutup peluang terjadinya tindak pidana korupsi pentingnya peningkatan transparansi dan akuntabilitas lembaga pemerintahan. Acara itu juga diselenggarakan di Gedung Juang Komisi Pemberantasan peringatan Hari Antikorupsi Sedunia tahun 2020 yang diselenggarakan Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu 16/12/2020, terasa sepi. Presiden Joko Widodo hadir secara virtual didampingi Menko Polhukam Mahfud MD Kompas, 17/12/2020. Pada acara tersebut dicanangkan Aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi saat ini merupakan momentum pemberantasan korupsi, saat ada dua menteri yang berturut-turut menjadi tersangka KPK. Jadi, seharusnya acara peringatan ini dihadiri semua menteri dan juga pemimpin lembaga, meski secara virtual, sebagai komitmen antikorupsi. Apalagi acara bertema ”Membangun Kesadaran Seluruh Elemen Bangsa dalam Budaya Antikorupsi”. Masih segar dalam ingatan, ketua umum partai politik tempat Menteri Kelautan dan Perikanan bernaung pernah mengatakan, dirinya akan mengantar sendiri kadernya ke penjara jika ketahuan korupsi. Presiden juga mengatakan agar jangan mengorupsi dana penanganan Covid-19 ketika berpidato di hadapan para kedua menteri tidak mengindahkan. Menteri Sosial dalam suatu tayangan wawancara yang sempat viral juga menegaskan bahwa dirinya dan anak buahnya tidak akan korupsi. Pimpinan KPK pun sudah pernah mengingatkan Menteri Sosial agar berhati-hati dalam pelaksanaan bantuan sosial Kompas, 7/12/2020.Alangkah geram dan muak ketika melihat kedua menteri itu tetap korupsi. Keduanya sudah mengkhianati negara dan rakyat, layak dihukum kita secara prinsip sangat antikorupsi, perangkat hukum melalui UU tidak perlu diragukan lagi. Bahkan, lembaga khusus lengkap tersedia untuk mencegah dan memberantas memberikan efek jera, KPK mengenakan rompi khusus dan memborgol tersangka, tetapi perilaku koruptif masih berlangsung masif. Seakan tidak ada lagi perasaan malu bahkan terhadap keluarga. Apakah ini akibat sifat bangsa ini yang terlalu mudah melupakan?Sudah saatnya negara kita menetapkan korupsi sebagai bahaya laten yang dapat mengganggu terwujudnya tujuan negara, seperti yang disampaikan Ketua KPK pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia peringatan Hari Antikorupsi diwajibkan di semua kementerian ataupun lembaga, dari pusat sampai daerah. Demi membangun budaya Toba HasibuanSei Bengawan, Medan, Sumatera Utara 20121Dua Anak YogyaYogyakarta ternyata punya dua anak. Seorang bernama Yogya Istimewa dan saudaranya Yogya ”tidak” Istimewa adalah sebutan untuk Tugu Yogya. Area yang selalu direnovasi atau direvitalisasi, yang menurut hemat saya pekerjaan bongkar-pasang tersebut tidak pernah ada kata akhir. Entah berapa besar biaya untuk make over si anak siapakah yang bernama Yogya ”tidak” Istimewa? Itu sebutan untuk Tempat Pengolahan Sampah Terpadu TPST Piyungan. Jika kita tanya mbah Google, TPST Piyungan sering ngambek karena tidak dia sudah ngambek, semua warga Yogya akan mencium bau sampah. Yang menumpuk di pojok-pojok pasar, tepi-tepi jalan, dan tanah-tanah Tidak perlu studi banding jauh-jauh ke luar negeri. Cukup ke tetangga sebelah, yaitu Malang. Temui Pak Supadi, angkat menjadi konsultan TPST Supadi adalah perintis, Direktur dan CEO dari Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu TPST Mulyoagung-DAU, Malang. Bahkan, orang-orang dari luar negeri datang untuk belajar manajemen ini sukses dalam mengelola sampah. Menjadikan sampah produk-produk yang mempunyai nilai jual, seperti pupuk, pakan lele, kardus bekas, dan botol adalah peraturan daerah yang mengatur pemilahan sampah, mulai dari rumah tangga hingga tempat usaha. Jika nantinya sudah menjadi budaya, penanganan sampah akan semakin mudah, terbentuk jaringan perekonomian baru ini akan lebih bergaung apabila ada kolaborasi dengan perguruan tinggi. Semoga Yogya istimewa MaduriantoJalan Pugeran Barat, Yogyakarta, 55141Tanggapan KLHK 1Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Permen LHK Nomor 24 Tahun 2020 tentang Penyediaan Kawasan Hutan untuk Pembangunan Food Estate adalah pedoman regulasi penyediaan kawasan hutan untuk pembangunan food estate adalah program strategis nasional untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Dalam konteks kebutuhan lahan dari kawasan hutan, mekanisme sesuai peraturan perundang-undangan, seperti perubahan peruntukan kawasan hutan atau penetapan kawasan hutan untuk ketahanan pangan KHKP.PEMKAB HUMBANG HASUNDUTAN Rencana lokasi lahan food estate Humbang pemanfaatan kawasan hutan hanya dapat diajukan oleh pemerintah. Dalam hal ini menteri, kepala lembaga, gubernur, bupati/wali kota atau kepala badan otorita yang peruntukan untuk pembangunan food estate dilakukan pada kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi HPK. Syaratnya harus melewati kajian tim terpadu, kajian lingkungan hidup strategis KLHS, menyelesaikan upaya pengelolaan lingkungan hidup UKL, dan upaya pemantauan lingkungan hidup UPL untuk melindungi lingkungan. Areal yang siap dapat diredistribusi kepada masyarakat sesuai peraturan merupakan kawasan hutan khusus untuk ketahanan pangan. Penetapan KHKP bisa di kawasan hutan lindung dan hutan produksi. Khusus pada kawasan hutan lindung HL, syaratnya adalah sudah tidak sepenuhnya berfungsi lindung, yaitu kawasan HL yang terbuka, terdegradasi, atau sudah tidak ada tegakan HL yang tidak sepenuhnya berfungsi lindung harapannya bisa dipulihkan dengan food estate. Caranya dengan pola kombinasi tanaman hutan tanaman berkayu dengan tanaman pangan agroforestry, kombinasi tanaman hutan dengan hewan ternak sylvopasture, atau kombinasi tanaman hutan dengan perikanan sylvofishery.Tanaman hutan dengan ketiga pola kombinasi di atas akan berperan memperbaiki dan meningkatkan fungsi hutan perspektif pembangunan daerah, pembangunan food estate adalah wilayah perencanaan untuk land use tata guna lahan dengan pola pengelolaan food estate terintegrasi karena mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Ini disertai intervensi teknologi benih, pemupukan, tata air, mekanisasi, pemasaran, dan lain-lain, dengan pola kerja hutan implementasi food estate ada penyusunan master plan yang memuat rencana pengelolaan KHKP dan menyusun detail engineering design DED. Tujuannya untuk menjaga keberlanjutan food estate dan utama pengembangan food estate adalah menjamin ketahanan ekologi sekaligus mencapai target ketahanan pangan AnugrahKepala Biro Humas KLHKTanggapan KLHK 2Menanggapi opini berjudul ”Meluruskan Green Economy” Kompas, 15/12/2020, kami sampaikan ulasan Cipta Kerja tidak menggantikan pasal-pasal keseluruhan undang-undang lama, hanya pasal-pasal tertentu. Ini untuk pengaturan dengan kemudahan, perlindungan, pemberdayaan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek OUT AFP PHOTO Kabut asap menyelimuti kota Wuhan, Provinsi Hubei, China tengah, 3 Desember 2009. China adalah salah satu pengemisi terbesar gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan semua pasal berubah. Misalnya, di UU No 41/1999 tentang Kehutanan, Pasal 2 tidak berubah. Intinya penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, keterbukaan, keterpaduan. Artinya, ruh UU mengenai kelestarian tidak pengaturan tentang kehutanan juga tidak berubah. Ini sesuai Pasal 3 UU No 41/1999 bahwa tujuan penyelenggaraan kehutanan untuk kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan 18, di mana luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30 persen dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran proporsional dipertahankan. UU Cipta Kerja hanya memberi kewenangan kepada pemerintah pusat untuk mengatur luas kawasan hutan dan tutupan lebih lanjut mengenai luas kawasan hutan yang harus dipertahankan diatur dalam peraturan pemerintah PP. Rancangan peraturan pemerintah RPP dimuat dalam portal resmi UU Cipta Kerja-Informasi seputar UU Cipta Kerja analisis mengenai dampak lingkungan amdal, memang ada perampingan dan dilakukan hanya pada masyarakat terdampak langsung. Menyangkut peraturan green economy secara luas, yang disempurnakan hanya instrumen terkait perizinan, seperti amdal, upaya pengelolaan lingkungan hidup, upaya pemantauan lingkungan hidup, dan izin green economy lain, seperti inventarisasi sumber daya alam SDA, rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup RPPLH, ekoregion, daya dukung dan daya tampung, kajian lingkungan hidup strategis KLHS, dan instrumen ekonomi lingkungan tetap mengacu pada UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan green economy terkait instrumen ekonomi lingkungan tidak diubah dalam Undang-Undang Cipta Kerja, kecuali dana penjaminan pemulihan lingkungan. Instrumen ekonomi lingkungan tetap mengacu pada UU No 32/ keterlibatan masyarakat luar diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Cipta Kerja, sebenarnya hanya pengaturan pelibatan masyarakat yang terkena dampak langsung pada sebagian proses amdal. Unsur masyarakat lain, seperti pemerhati lingkungan dan LSM, tetap dilibatkan dalam proses penilaian HardwinartoDirektur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Hidup KLHK EHEK.
  • va42cdkohb.pages.dev/291
  • va42cdkohb.pages.dev/362
  • va42cdkohb.pages.dev/324
  • va42cdkohb.pages.dev/414
  • va42cdkohb.pages.dev/270
  • va42cdkohb.pages.dev/379
  • va42cdkohb.pages.dev/130
  • va42cdkohb.pages.dev/434
  • korupsi kolusi dan nepotisme disebut bahaya laten karena